
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pihak Universiti Teknologi Petronas Nuklear Malaysia menyatakan ketertarikannya dalam penelitian dan pengembangan pengolahan unsur logam tanah jarang (LTJ). Hal ini disampaikan CEO RXT Greensnow Synergy, SDN. BHD, Nik Abdul Mubin Bin Nik Mahmood, dalam kunjungan kerjanya ke Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (7/12).
“Kerajaan Malaysia telah mengizinkan untuk melakukan proses penambangan, namun melarang ekspor bahan mentah LTJ. Sedangkan di Malaysia tidak memiliki teknologi untuk mengolah rare earth karbonat menjadi rare earth oksida,” ucapnya saat menjelaskan kunjungan tersebut.
Mubin mengakui kemampuan Indonesia yang telah berhasil memisahkan elemen LTJ. “Kami melihat Indonesia lebih menguasai teknologi, memiliki kepakaran dan telah berhasil memisahkan elemen-elemen LTJ. Hal ini menjadi peluang bagi kami untuk belajar dan melakukan kolaborasi,” katanya.
“Malaysia baru dapat mengekstrak 4 elemen LTJ, sedangkan Indonesia sudah dapat mengekstrak 7 hingga 8 elemen dari total 17 elemen LTJ. Karena itu kami tidak ingin mengekstrak dari nol, kami menawarkan kerja sama kepada Indonesia untuk mengekstrak sisanya,” lanjut mubin.
Mubin mengungkapkan persoalan yang perlu diatasi oleh Malaysia yaitu terkait dengan lingkungan, karena bahan LTJ mengandung zat radioaktif yang melebihi ambang batas persyaratan lingkungan.
“Bahan LTJ ini mengandung zat radioaktif yaitu Uranium dan Torium lebih dari 7 Bq/kg, sementara persyaratan dari lingkungan harus di bawah 1 Bq/kg. Kami berharap teknologi yang dimiliki Indonesia dapat mengurangi aktivitas radiasi yang ada di produk kami agar bias mencapai di bawah 1 Bq/kg,” terangnya.
Senada dengan Mubin, Director of Waste Technology and Environment Division Nuklear Malaysia, Rahman Yaccup mengakui keunggulan Indonesia dalam hal pengolahan LTJ. “Indonesia terdepan dari segi teknologi, kolaborasi akan dilakukan dengan menggunakan teknologi yang telah ada dari Indonesia,” ujarnya.
Menanggapi peluang kerja sama tersebut, Kepala Organisasi Riset Teknologi Nuklir (ORTN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohadi Awaludin, menyampaikan perlunya mengembangkan teknologi terkait pengolahan LTJ. “Kita sepakat betapa rare earth elemen ini sangat penting. Ini akan mendorong kita semua untuk semakin bersemangat mengembangkan teknologi terkait pengolahan LTJ,” katanya.
Lebih lanjut Rohadi menjelaskan pentingnya scalling up dalam pengolahan LTJ, sehingga diperlukan pengetahuan dan pengalaman agar tidak terjadi pengulangan kesalahan sehingga biaya dapat ditekan.
“Selain prosesnya, ada lagi yang penting untuk dilakukan yaitu scalling up, dari setingkat lab kemudian menjadi besar. Itu tidak mudah, banyak tantangan di situ. Saling menukar informasi dan pengalaman sangat diperlukan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, sehingga cost bisa lebih murah,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTDBBNLR) BRIN Syaiful Bakhri, menjelaskan tentang riset pengolahan LTJ yang dilakukan di BRIN. “Rare earth sekarang yang merupakan hasil dari ekstraksi monasit di Pilot Plant PLUTHO termasuk golongan hidroksida. Periset di Pusat Riset Teknologi Pertambangan-Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN mempunyai teknologi pemisahan unsur tanah jarang tersebut yang semakin pendek dan efisien,” imbuhnya.
“Riset ke depan yang dilakukan dapat menghasilkan rare earth karbonat yang dapat dipecah menjadi elemen-elemen. Seperti lantanum oksida, cerium oksida, itrium oksida, neodymium oksida, dan lainnya,.” jelas Syaiful.
Syaiful menyampaikan ada 2 topik riset yang rencananya akan dikolaborasikan BRIN dengan RXT Greensnow Synergy. “Pertama, bagaimana mengurangi radioaktivitas lingkungan sebagai dampak dari residu limbah proses penambangan di Malaysia. Kedua, yaitu mengekstrak LTJ karbonat yang sudah bersih dari uranium dan torium untuk dipisahkan menjadi beberapa elemen,” terangnya. Disamping itu juga dijajaki kerja sama riset dan peningkatan sumberdaya manusia dengan Universiti Teknologi Petronas.
Kerja sama riset ini selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk pendatanganan Nota Kesepahaman, yang sangat diharapkan dapat mulai implementasi di awal 2024. Malaysia berharap dapat mengimprove teknologi yang mereka miliki untuk dapat mengekstrak rare earth element dengan solvent-solvent yang lebih ramah lingkungan tanpa harus menggunakan reagen yang mencemari sumber air tanah. (ra,msb/ed.my, pur)
Sumber: https://brin.go.id/news/117054/malaysia-tertarik-teknologi-pengolahan-radioaktif-dan-logam-tanah-jarang